Oleh Masruri Abd Muhit
Hari itu, seorang pengasuh sebuah pesantren menjenguk neneknya yg sedang sakit, sebenarnya nenek ini tidak ada hubungan darah dengan sang cucu, karena beliau istri muda dari kakeknya. Dalam sakitnya sang nenek mengatakan bahwa beliau ingin mewakafkan sebagian sawahnya sebanyak dua petak, yg sepetak untuk pesantren sang cucu, sementara sepetak yg lain untuk sebuah masjid, tempat beliau selalu shalat berjamaah saat sehat, tidak jauh dari rumah beliau.
Maka dipanggillah saat itu ketua ta’mir masjid tersebut, dan pada saat ketua ta’mir datang, di hadapan beliau dan sang cucu yg masih ada di sampingnya dan beberapa orang yg menjenguk, sang nenek menyatakan ikrar wakaf tersebut, hanya waktu itu putra putri beliau tidak di tempat, namun sebenarnya mereka juga sudah mengetahui perihal wakaf itu.
Beberapa saat setelah itu, dan sang cucu masih berada di samping sang nenek, kelihatan sang nenek masih khawatir kalau niat dan ikrar wakaf beliau tidak ditindak lanjuti, untuk kemudian beliau mengutarakan sekali lagi pesan wakafnya kepada sang cucu. Melihat itu, sang cucu merasakan bahwa sang nenek masih keberatan untuk meninggalkan dunia ini hawatir wakafnya tidak dilaksanakan oleh ahli warisnya, maka sang cucu menguatkan dan meyakinkan sang nenek bahwa wakafnya akan dilaksanakan insyaallah dengan mengatakan, sudahlah nek, insyaallah saya yg akan menyelesaikan dan mengawasi urusan wakaf itu, nenek ikhlas saja.
Tidak lama setelah sang cucu pulang, sang nenek menghembuskan nafas terakhirnya. Rohimahallohu wagofaro laha waaskanaha fasiha jannatih, semoga Allah merahmati beliau, memberikan ampunan buat beliau dan menempatkan beliau dalam surgaNya yg luas. Semoga husnul khotimah.
Sebelum jenazah diberangkatkan untuk disolatkan dan dimakamkan, sang cucu diminta oleh keluarga untuk menyampaikan sambutan mewakili keluarga, dan seperti biasa mengucapkan trima kasih kepada para pelayat, memohonkan maaf dan doa untuk almarhumah, termasuk menyampaikan bila ada hutang piutang hak adami supaya berhubungan dengan ahli waris, dan tidak lupa untuk menyampaikan bahwa almarhumah sebelum wafatnya telah mewakafkan tanah beliau untuk masjid dan untuk pesantren.
Bertahun tahun sudah berlalu, namun ahli waris sang nenek masih juga belum menindak lanjuti dan melaksanakan wasiat almarhumah menyerahkan tanah wakaf kepada yg bersangkutan, padahal sudah berkali kali diingatkan oleh ketua ta’mir, sang cucu atau yg lainnya.
Saya jadi ingat ceramah kyai saya, beliau bercerita ada seorang anak yg mempermasalahkan tanah sebuah masjid yg merupakan wakaf dari bapaknya setelah wafat hanya karena tidak ada bukti bukti berupa akte wakaf, saat sang anak mempermasalahkan tanah masjid tersebut menasehatinya dengan kata kata ” kasihanilah orang tuamu”.
Nasehat yg cukup mengena, ya memang bisa saja sang anak memperkarakannya, tapi dengan itu berarti dia telah mendzalimi orang tuanya, karena akan menghalangi orang tuanya mendapatkan manfaat wakafnya dalam kuburnya.
Mudah mudahan Allah selalu memberikan hidayah kepada kita semua.
Daris, Awal R Tsani 1439.