Oleh Masruri Abd Muhit
Dalam suatu acara, kalau tidak salah acara mubes ikpm, ikatan keluarga pondok modern Gontor, almarhum pak kyai Imam Zarkasyi bercerita bahwa setiap bulan, alumni Mc Gill university Canada diwajibkan untuk mengirimkan uang ke almaternya. Jumlahnya tidak banyak hanya sekitar 10 US dollar.
Mereka diwajibkan untuk mentransfer uang kepada almamaternya itu lebih pada usaha untuk menjalin hubungan batin dan keterikatan emosional antara almamater dan alumninya. Begitu penting hubungan dan keterikatan emosional itu, dalam artian bahwa almamater dengan demikian akan selalu mengetahui perkembangan alumninya, sekaligus merasakan denyut nadi dan gerak para alumninya dalam mewujudkan cita cita, fisi dan misi almamater. bukan hanya sekedar mendapatkan transferan itu, penggalangan dana.
Hubungan batin dan keterakatan emosional antara alumni dan almamaternya pastilah akan selalu ada, dan akan terus menebal bila dipupuk dengan adanya kewajiban iuran spt yg diwajibkan Mc Gill University di atas, dibuat suatu organesasi kekeluargaan antar para alumni, atau adanya reuni reuni, atau adanya kunjungan alumni kepada almamaternya seperti yg dianjurkan oleh almukarrom almarhum KH Ahmad Sahal dengan kata kata, endangono pondokmu, jenguklah pondokmu, atau seperti yg disampaikan oleh almukarrom almarhum KH Imam Zarkasyi, jangan kau jadikan pondokmu seperti WC yg tidak akan dikunjungi kecuali ketika ada hajat saja, atau kegiatan yg lain.
Mencontoh dan melaksanakan apa yg dilakukan oleh Mc Gill University terhadap alumninya saya kira baik sekali bagi sebuah pesantren, selain juga akan menjadi salah satu sarana untuk menciptakan dan memelihara hubungan batin dan keterikatan emosional antara alumni dan pesantren almamaternya, juga bisa menjadi sumber dana bagi pesantren almamater itu.
Kalau di banyak perguruan tinggi terkenal semacam Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Unpad Bandung, Universitas Gajah Mada (UGM), Undip Semarang, UNS Solo, Unesa Surabaya, Institut Teknologi Sepuluhnopember (ITS) Surabaya, Unibraw Malang, Unej Jember atau yg lain termasuk Pondok Modern Gontor, kalau di masing masing itu ada gedung alumni yg cukup mentereng yg pembangunannya dari alumni berupa susutante (maksud saya, sumbangan sukarela tanpa tekanan) yg dilakukan secara insidentil, maka bisa dibayangkan berapa banyak sarana yg bisa dibangun dan diadakan bila sumbangan alumni dilakukan sebagai kewajiban dan secara rutin berkala. Selain itu akan terasa ringan dan akan menjadikan tabungan akherat yg tidak sedikit pahalanya.
Taruhlah seperti pondok modern Gontor yg alumninya puluhan ribu, kita ambil contoh umpamanya jumlah alumninya 10.000 orang, kalau masing masing alumni iuran setiap bulan Rp 50.000,- dan untuk sekelas alumni Gontor saya kira tidak keberatan, maka setiap bulan akan terkumpul 0,5 Milyar rupiah dan setahun menjadi 6 Milyar rupiah, Tidak usah jauh jauh pesantren kita Darul Istiqomah yg alumninya sekitar 1000 orang, maka kalau masing masing alumni mau iuran Rp 50.000,- maka akan terkumpul 50 juta rupiah dan setahun menjadi 600 juta, jumlah itu cukup besar untuk ukuran kebutuhan Darul Istiqomah.
Mungkin ada yg berkata, arro’yu showab lakin man wakaifa yu’alliqul jaros ala unuqil qitti (Jadi ingat cerita di pelajaran mutola’ah yg bercerita ttg musyawaroh kelompok tikus bagaimana selamat dari bahaya kucing, ada yg berpendapat perlunya memasang kelinting alarm di leher kucing, maka timbullah tanggapan di atas yg artinya, pendapat bisa jadi benar tetapi pelaksanaannya bagaimana dan siapa pelaksananya).
Di era sekarang, era yg serba tinggal klik, saya kira pelaksanaannya sangat mudah, tinggal mentransfer secara berkala baik dengan langsung ke kantor bank atau melalui atm, atau yg lebih canggih lagi melalui e banking, atau juga dengan oto debet, yaitu dengan meminta bank dimana kita mempunyai no rekening disitu, untuk mendebet secara berkala dengan jumlah tertentu dan mentransfernya ke rekening almamater kita secara otomatis. Atau kalau perlu dengan menyetor langsung ke almamater kita.
Saya kira jumlah itu tidak memberatkan, pada hal kalau dijumlah nantinya akan menjadi besar sehingga tabungan amal kita menjadi banyak, ini mungkin bisa jadi merupakan pengamalan hadis khoirul a’mali adwamuha wa in qolla, sebaik baik amal itu yg kontinyu meskipun sedikit.
Ini semua akan bisa terealisir dengan baik tentu saja sangat tergantung pada kesadaran dan komitmen alumni untuk terus membangun komunikasi, hubungan dan keterikatan mereka dengan almamater (pesantren) nya.
Saya jadi ingat sebuah cerita, bahwa suatu ketika seorang alumni yg waktu itu sudah menjadi tokoh nasional, datang secara personal ke almarhum KH Imam Zarkasyi beberapa tahun setelah persemar di Gontor. Setelah diajak keliling melihat lihat pondok, almarhum bertanya apa kesanmu setelah melihat lihat pondok, yg kemudian dijawab bahwa perkembangannya sangat pesat (memang perkembangan Gontor seakan melompat setelah peristiwa sembilan belas maret yg dikenal dengan persemar).
Mendengar jawaban itu almarhum pak kiai Zarkasyi mengatakan, akan semakin meningkat perkembangannya dengan cepat kalau setiap alumni mau mewakafkan harta yg didapat dari warisan orang tuanya, masak tidak malu menerima dan memakan serta bergantung pada warisan.
Ini sekedar usulan, semoga bisa terealisir terutama untuk pesantren kita, sehingga nantinya tidak ada lagi nyanyian kasidah ya dana…ya dana dana…lalala di pesantren.
Semoga.