oleh Fathi Abul Fida
INTIQOL MARHALAH
Di tahun 2001, KH. Abdullah Syukri Zarkasyi (Allahumma Isfiihi syifa an aajilan) mengunjungi Pondok Pesantren Darul Istiqomah Bondowoso (Daris) yang diasuh oleh bapak saya, beliau berkata : Anakmu harus masuk Gontor, bapak saya menjawab “anak saya sudah kelas 5 disini (Daris)” , “ya gak papa.. Masuk ke Gontor langsung kelas 5…tapi harus di uji dulu”Jawab Kiai Syukri .
Dan di tahun 2002, diantar lah saya ke Gontor untuk mendaftar gelombang kedua kira kira tanggal 7 syawwal. Sebenarnya materi ujian masuk Gontor tidak susah, apalagi sebagai santri yang sudah pernah belajar di Pondok Alumni seperti saya. Baca Qur’an, Imla, Berhitung, dan Bahasa Indonesia.
Baca Alquran ya tinggal membaca
Imla ya tinggal menulis
Berhitung ya tinggal menghitung
Bahasa Indonesia bahasa kita, apa susahnya. 😁
Alhamdulillah di pengumuman ujian masuk, saya pun lulus dan ditempatkan di kelas 1 Int B. Sebenarnya saya pengen lama di Gontor. Mengulang lagi pelajaran dari kelas 1,normal seperti santri lainnya.
Masuk kelas pertama kali di kelas 1 int B, yg mana wali kelasnya yaitu Al Ustadz Hakim As Shidqi, yg cukup terkenal karena memiliki saudara kembar yg sama-sama menjadi Ustadz di Gontor Pusat. Suasana di kelas 1 Int B ini sangat kaku, jelas berbeda ama sifat saya yg agak slengean… Kholas Taksifi, B kaman, blas mafi allaji yatabassam, jamian serius yufakkir amru dars daiman.. Atau mungkin karena pertama kali masuk kelas aja.. Jadi kaku kayak Kanebo kering.. 😁🤣
Saya merasa gak betah aja duduk di kelas 1 Int B. Seminggu berselang ada pengumuman dari Panitia Ujian masuk, bagi santri baru yg pernah belajar di Pondok Alumni boleh mengikuti ujian lanjutan ke kelas yang lebih tinggi. Alhamdulillah saya menemukan jalan untuk keluar dari kelas 1 int B ini… 😅😁
Ketika saya mendaftar untuk ikut ujian lanjutan, panitia bertanya kepada saya, ente mau ikut ujian lanjutan ke kelas berapa? “Shoffus Sadis Ustadz” Jawab saya. Mendengar jawaban saya yang tidak biasa, Ustadz Panitia ujian masuk tersebut kaget dan menyuruh saya untuk menunggu keputusan dari Direktur KMI, apakah bisa langsung ikut ujian lanjutan ke kelas 6 atau tidak.
Malamnya saya dipanggil dan ditolak untuk ikut ujian lanjutan ke kelas 6, bolehnya hanya ikut ujian lanjutan ke kelas 5. Dan hanya saya seorang saat itu yg ikut ujian lanjutan ke kelas 5.. Okelah gak papa yang penting bisa ganti kelas. 😅
Ujian syafahi bahasa Arab langsung diuji oleh Wakil Direktur KMI, Al Ustadz Ali Syarqowi (Allah Yarhamh), lulusan Al Azhar Cairo yg sangat tinggi bahasa nya, mati kutu saya dibuatnya, pertanyaan pertanyaan beliau lebih banyak saya jawab dengan gelengan kepala tanda tak tau.. Keluar dari ruang ujian bagai kepiting rebus. 😔😆
Kemudian dilanjutkan dengan ujian tulis selama 5 hari, yg diujikan adalah materi kelas 4 akhir tahun. Meskipun saya sudah mempelajari nya sebelum masuk Gontor, tapi tetap saja kepala ini dibuat cenat cenut dengan soal soal yg diberikan.
Alhamdulillah saya dinyatakan berhak untuk naik ke kelas 5i (Khomis i) . Kelas pertengahan di kelas 5 yg terbentang dari B sampai T .. Khoirul umuuri awsaatuhaa… 😁
Dan di momen itulah saya pindah kelas, dari kelas 1 Int B ke kelas 5 I, sekaligus pindah marhalah (intiqool marhalah), dari marhalah Blitza 62005 ke marhalah Za Greenada de Natura 62003. Kalo diibaratkan transfer sepakbola, saya pindah dari Persija Jakarta (Orange) di Liga Shopee ke Real Betis (Ijo) di La Liga Spanyol. 😁🤣😅
Saya ditransfer dari Blitza ke Za Greenada dengan nilai transfer seharga 1 dus Indomie dan satu krat Limun Zahroh… Nilai transfer tertinggi saat itu.. 😁😅⚽⚽