Oleh Masruri Abd Muhit
Suatu ketika, saya dan istri mempunyai acara di Jakarta, sepulang dari Jakarta memiliki acara lagi di Surabaya, hanya untuk yg di Surabaya saya tidak mengetahui benar alamatnya, maka sebelumnya saya menelpon saudara menanyakan alamatnya sekaligus detail route cara sampai ke alamat itu, dari bandara terus ke daerah mana, dan kemana lagi, naik apa dan seterusnya. Saudara saya kemudian menerangkan dengan detail, tetapi akhirnya dia mengatakan, sudahlah mas, gak usah repot repot, biar nanti saya suruh anak saya menjemput di bandara.
Betul saja, sesampai di bandara Juanda Surabaya, saya dan istri dijemput oleh keponakan, anak saudara saya itu. Dalam mobil, keponakan yg menjemput mengatakan, wah pakde ini termasuk orang yg paspasan, orang yg enak itu orang yg seperti pakde, hidupnya paspasan, pas perlu jemputan, pas ada keponakannya yg siap menjemput, he he he…
Setelah saya pikir pikir apa yg dikatakan oleh keponakan saya itu, ada benarnya, banyak dalam kehidupan saya yg seperti pas pasan itu, tetapi tentu saja tidak ada yg namanya paspasan, atau kebetulan, tetapi semuanya atas taqdir dan ketentuan Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.
Suatu ketika, saat sedang menyampaikan pengajian subuh di masjid dekat rumah bapak saya, tiba tiba saya tidak sadarkan diri, pingsan, jamaah pun mengevakuasi saya ke dalam rumah, setelah saya sadar, jamaah menyarankan saya untuk ke dokter. Pas saya berfikir bagai mana saya ke dokter, sementara saya tidak mempunyai uang, pas saat itu ada seorang tamu yg membawa surat dari teman saya di Jawa Tengah, setelah saya membuka surat itu, ternyata isinya uang, pengganti saat saya membayarinya hotel, pas butuh uang untuk berobat, pas ada teman memberi surat yg isinya uang.
Dalam suatu kesempatan menghadap pak kyai, beliau memerintahkan saya untuk membeli mobil, guna mobilitas dan perkembangan pesantren yg sedang saya rintis, sepulang dari pertemuan itu, saya mulai berfikir bagaimana saya membeli mobil itu, pas saya berfikir seperti itu, tiba tiba ada pemberitahuan dari bank yg mengatakan ada kiriman uang dari Jakarta, dan setelah saya mengurusinya, ternyata kiriman cukup banyak, cukup untuk membeli mobil seken sederhana, rupanya itu kiriman hak bulanan saya yg beberapa bulan tidak sampai ke saya. Pas butuh membeli mobil, pas ada kiriman uang untuk itu.
Suatu ketika, sebelum memenuhi janji kepada anak anak untuk berwisata ke Bali sesudah lebaran, saya membaca tulisan pak Dahlan Iskan di Jawa Post tentang pengalaman beliau berumroh pada sepuluh hari terakhir ramadlan sekaligus beridul fitri di Makkah, saya sangat terkesan dengan tulisan itu, sehingga saya sangat rindu ingin sekali rasanya pergi ke Makkah, namun bagaimana saya bisa pergi, sementara uang tidak ada untuk itu, saya pun pergi bersama anak anak ke Bali, dengan pikiran tetap ingin dan rindu Makkah. Dalam perjalanan pulang dari Bali, telpun saya berdering, ternyata telpon dari teman di Jakarta menawari saya untuk bertugas tauiyah, membimbing haji pada musim haji tahun itu. Pas pikiran ingin dan rindu haji, pas ada yg menawari berhaji.
Tentu saja masih banyak lagi, yg pas pasan seperti itu, tetapi tentu saja tidak semuanya paspasan yang enak seperti di atas, banyak juga yg sebaliknya, pas pingin begini atau begitu, ternyata pas harus bersabar dahulu, atau pas harus menerima ujian dulu.
Terus terang, selama ini saya berkeyakinan bahwa semua yg kita butuhkan pasti diberi oleh Allah, dan kalau tidak diberi berarti kita masih belum butuh atau mungkin yahanu butuh saja, Allah swt lebih mengetahui kebutuhan kita dan yg terbaik untuk kita.
Sebagai orang beriman, kita meyakini bahwa apapun yg terjadi pada diri kita, itulah yg terbaik, karena Allah yg lebih tahu dan lebih bijaksana.
Sungguh mengagumkan perkara orang beriman, semuanya dianggap baik, tidak akan ada hal itu kecuali pada orang beriman, bila mendapatkan sesuatu yg menyenangkan, dia akan memuji Tuhannya untuk kemudian bersyukur, dan bila mendapatkan sesuatu yg tidak menyenangkan tetap memuji Tuhannya, untuk kemudian bersabar.
Senang susah, ringan berat, miskin kaya, pahit manis, semuanya sama saja, tinggal bagaimana mensikapinya, semuanya bukan ukuran, yg menjadi ukuran sejauh mana kita bersyukur dan sejauh mana kita bersabar. Semuanya ujian, ujian senang dihadapi dengan bersyukur, dan ujian susah dihadapi dan disikapi dengan sabar.
Sering kita diuji dengan kesulitan dan kepahitan justru kita bisa bersabar lolos menghadapinya, tetapi saat diuji dengan kesenangan dan kekayaan justru sulit kita bisa lolos, yg sering kita malah lalai dan tidak tahan menghadapinya.
Ternyata ujian kesenangan dan kekayaan lebih berat daripada ujian kesusahan dan kemiskinan.
Dari ‘Amr bin ‘Auf radhiyallahu anhu, salah seorang sahabat yang ikut serta dalam perang Badar, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Bukanlah kefakiran yang aku takutkan atas kalian. Akan tetapi aku khawatir akan dilapangkan (harta benda) dunia kepada kalian, sebagaimana telah dilapangkan kepada orang-orang sebelum kalian. Lalu kalian akan saling berlomba-lomba untuk mendapatkannya sebagaimana mereka telah berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Dan (kemewahan) dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana telah membinasakan mereka.” (HR. Imam Al-Bukhari dan Muslim).


