Oleh Masruri Abd Muhit
Sumbawa Disangka Sumba
Sebenarnya saya menyelesaikan dan lulus S1 atau Lc fakultas dakwah dan usuluddin Universitas Islam Madinah sebelum romadlon 1402 (1982) dan sudah boleh pulang ke Indonesia termasuk jatah beasiswa (mukafaah) setiap bulan juga sudah putus, namun karena beberapa pertimbangan di antaranya eman eman kesempatan berhaji tahun itu, maka saya tidak langsung pulang tetap di Madinah menunggu musim haji.
Selama menunggu musim haji dan selama musim haji, untuk memenuhi kebutuhan hidup selama itu dan mungkin untuk persiapan masa hidup di Indonesia, saya bekerja serabutan dengan menjadi broker hotel yakni melayani jamaah haji yang mau tanazul dan pindah ke hotel biasanya kita akan dapat uang prosentase dari sewa hotel bahkan dari mereka yang tanazul, termasuk bekerja di rumah sakit sebagai penterjamah dari bahasa Inggris ke Arab atau sebaliknya, dan di musim haji menjadi pegawai musim KBRI Saudi, juga terpilih menjadi pengisi tau’iyah dari kementerian agama, haji dan tau’iyah Saudi untuk jama’ah haji Indonesia di serambi masjid nabawi Madinah.
Di sela-sela itu semua saya juga menyempatkan diri untuk mengikuti muqobalah psikho test untuk menjadi da’i di Indonesia, baik di darul ifta’ (atase agama Kedubes Saudi) atau di maktab robitoh yang berpusat di Makkah dan mempunyai perwakilan di Indonesia. Pada saat pulang ke Indonesia saya sudah mendapat sk dari Robitoh.
Saya senang saat pulang sk da’i saya yang dari Robitoh sudah ditandatangani sehingga ada kemungkinan saya bisa ditempatkan nantinya di pesantren Baitul Arqom Balung, karena kalau dari Darul Ifta’ tidak mungkin sebab sudah ada yang di situ. Maka saya tinggal di pesantren Baitul Arqom yang sebenarnya wakaf dari kakek saya juga karena di antara yang mendirikan paman saya dengan modal wakaf dari orang tuanya yang notabene juga kakek saya.
Hampir satu tahun saya di Baitul Arqom. Dalam kurun itu saya ikut mengajar dan membina santri yang tinggal di pondok (asrama istilahnya waktu itu), sekitar 150 an santri dari jumlah murid sekolah (SMP, SMA, MTs dan Aliyah) lebih dari 800 orang, juga berkeluarga bahkan anak saya pertama lahir di situ.
Selama setahun itu saya sering ke Jakarta untuk mengurus penempatan saya dari maktab robitoh Jakarta, namun ternyata penempatan itu cukup lama belum ada ketentuan sehingga banyak teman saya yang berada di kantor atase meminta saya ikut muqobalah, psikhotest da’i di kantor itu.
Setelah dinyatakan lolos, saya diminta untuk segera ke kantor untuk mendapatkan ketentuan penempatan.
Lama saya belum memenuhi permintaan itu, karena masih berharap dari Robitoh bisa ditempatkan di pesantren Baitul Arqom itu, namun karena terlalu lama akhirnya saya datang ke kantor tersebut. Kantor atase, maksud saya.
Saat saya mau menghadap syeikh Sulaiman, atase agama Kedubes Saudi Arabia di Jakarta, beliau sedang menerima tamu yang kelihatannya sedang meminta tenaga da’i dari atase tersebut.
Setelah tamu itu keluar dan saya masuk ke ruangan, syeikh Sulaiman menyambut saya sambil mengatakan, kalau bahasa Indonesianya kira kira begini, tamu barusan minta da’i, jadi kamu saja yang saya tugaskan. Kemudian beliau membuka buku yang kelihatannya buku data data dari Depag RI tentang lembaga lembaga dakwah di semua daerah seluruh Indonesia.
Yang beliau buka ternyata daerah Sumbawa untuk kemudian menentukan dan menetapkan tugas dakwah saya di yayasan Darul Ikhlas Sumbawa Besar.
Setelah sk dan surat pengantar ke yayasan itu diserahkan kepada saya termasuk tiket untuk saya dan istri serta anak saya, dan syeikh Sulaiman menjabat tangan saya mengucapkan selamat bertugas, saya keluar dari kantor diantar seorang teman di kantor itu.
Dari teman itu saya mengetahui bahwa tamu yang sebelum saya itu ternyata dari Sumba bukan Sumbawa. Rupanya syeikh Sulaiman salah sangka, Sumbawa Disangka Sumba.
Semoga bermanfaat dan berkah.
Bersambung
Daris, 2 Desember 2020