Oleh Masruri Abd Muhit
Dalam suatu acara pertemuan arisan komunitas alumni Mesir Jember dan Bondowoso yg tiba giliran anak saya bertempat di rumah saya, saya menyampaikan cerita bahwa suatu ketika saya dan beberapa teman alumni Saudi bersilaturahim ke kediaman almukarrom KH Najih Achyat, pimpinan pesantren Maskumambang Dukun Gresik.
Seorang teman kita yg paling senior langsung mengenalkan kita kepada pak kiai bahwa teman teman ini semuanya alumni Saudi dan menjadi da’i di jawa timur. Pak kiai bertanya, antum semua ini kapok tidak, menjadi da’i ?
Lho apa maksudnya pak kiai, masak menjadi da’i kapok ? Tanya salah satu dari kita. Yang kemudian dijawab oleh pak kiai, kalau anak antum tidak ada yg dimasukkan ke pesantren, berarti antum kapok menjadi da’i.
Saya ingin menyampaikan dengan cerita itu bahwa alumni Mesir atau alumni timur tengah, atau alumni alumni pesantren itu adalah orang orang istimewa, yg tidak semua orang seperti mereka. Mereka adalah kelompok orang yg maunya menjadi mutafaqqih fiddin (mendalami agama) yg tugas mereka adalah tugas para nabi, sebagai pewaris para nabi yg mundzirul qowm, memberikan peringatan serta memimpin kaumnya.
Tidak sayogyanya semua orang beriman pergi berperang, mengapa tidak ada pada setiap golongan dari mereka suatu kelompok untuk bertafaqquh (mendalami) agama dan untuk memberikan peringatan kaumnya bila kembali kepada mereka, agar mereka berhati hati. QS. Attaubah 122.
Saya ingin mengatakan bahwa mereka yg bertafaqquh fiddin, mendalami agama, itu orang orang istimewa, yg kedudukan dan strata mereka di masyarakat cukup tinggi, sebagai pemimpin, memimpin para insinyur supaya kalau membangun jangan dalam mencampur bahan bangunannya campurannya satu satu, maksudnya satu sak semen pasirnya satu truk, memimpin para dokter kalau menyuntik dengan membaca bismillah terlebih dulu, memimpin para pejabat untuk amanah dalam jabatan mereka, supaya mereka sadar bahwa jabatan itu untuk memperjuangkan kepentingan agama, dan lain lain.
Saya ingin mengatakan bahwa mereka itu tidak boleh merasa minder, rendah diri, karena tugas mereka itu memimpin, tugas yg tinggi, bahkan mereka itu kalau dalam agama hindu kastanya tertinggi yaitu kasta brahmana, yg lebih tinggi di atas para pejabat, insinyur, para dokter dll yg kastanya kesatria.
Karena selain kedudukan mereka sebagai pewaris para nabi, jalan hidup mereka jalan hidup nabi dan pengikutnya.
Katakanlah (hai Muhammad), inilah jalanku, aku berdakwah kepada Allah atas dasar keyakinan (ilmu), aku dan siapa yg mengikutiku. QS. Yusuf 108.
Selain itu dengan jalan dakwah pelakunya akan mendapatkan pahala dari mereka yg mengikuti dakwahnya, dan pahala mereka yg mengikuti dakwah pengikutnya begitu seterusnya sampai hari kiamat, bahkan nabi saw menyatakan bahwa seorang saja yg mendapatkan petunjuk Allah karena dakwah kita, pahala kita lebih baik dari pada kita mendapatkan onta merah, yg zaman nabi onta merah itu kendaraan yg paling mahal, kalau sekarang mungkin sekelas mobil ferrarilah kira kira.
Kalau mereka menyadari itu, dan merasa beruntung dengan itu, tentu mereka ingin anak anak mereka bisa mengikuti jejak jalan hidup mereka dengan mendidik dan mengkader anak anak itu untuk mendalami agama dengan dimasukkan ke pesantren untuk kemudian melanjutkan pendidikan ke pusat pusat ilmu islam.
Terus terang kita prihatin saat melihat putra putri para kyai yg tidak dikader untuk meneruskan perjuangan orang tua, malah dimasukkan ke sekolah sekolah atau perguruan tinggi umum. Ya memang tidak harus semua putra putri mereka, tetapi harus ada dari putra putri mereka yg betul betul dikader untuk menjadi mutafaqqih fiddin yg mendalam agamanya.
Ada yg menarik ketika saya sampaikan itu semua, salah seorang dari mereka berpendapat bahwa supaya para alumni timur tengah tidak merasa minder, ada baiknya kalau mereka melihat lihat atau kalau perlu mengambil S2 atau S3 nya di perguruan tinggi umum terkenal, sehingga mengetahui ternyata mereka biasa biasa dan sama saja, tidak ada yg perlu diminderi. Itu berdasarkan pengalamannya yg dia kebetulan jebolan pesantren kita Darul Istiqomah, setelah menyelesaikan S1 nya di Mesir dia mengambil S2 nya di hubungan internasional UGM Yogyakarta, dan menjadi lulusan terbaik.